MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
KAJIAN FIQIH KONTEMPORER
MENGENAI HUKUM PENGGUGURAN JANIN(ABORSI)
MENURUT ISLAM
OLEH
TRI NOVELA
15251421016
DOSEN PEMBIMBING :
DAFRI HARWELI S.Pd.M.Pd.I

JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN
PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI
PAYAKUMBUH
TANJUNG PATI
2016
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, tak lupa halawat beserta
salam kita haturkan kepada baginda Nabi besar kita yakni, Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya
hingga akhir zaman. Amin.
Sebagai tanggung
jawab atas tugas agama, pada makalah ini penulis mencoba membahas tentang
kajian fiqih kontemporer mengenai hukum pengguguran janin menurut islam.
Penulis berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan penulis hanya sebatas
kajianpustaka semata.
Selanjutnya ucapan
terima kasih Dosen Pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Sebagaimana kita
ketahui, sekarang makin banyaknya orang yang digelapkan oleh dunia sehingga
mereka lupa akhirat yang akan menanti mereka setelah alam kehidupan. Mereka
mngejar harta, sehingga mereka tidak mempedulikan harga diri mereka, melakukan
hubungan yang tidak sewajarnya dan akhirnya hamil diluar nikah. Disinilah
mereka terfikir untuk menghilangkan nyawa yang ada dalam kandungannya (
menggugurkan janin) agar perbuatannya tidak diketahui publik.
Penulis
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat menghrapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. Penulis berharap smoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca.
Tanjung Pati, Desember 2016
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang
tidak dikehendaki. Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi
dilakukan karena terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan
kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar
nikah.
Hasil riset Allan Guttmacher Institute ( 1989 )
melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini
memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105
nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam kandungan.
Kecenderungan melakukan aborsi ini tak lepas dari
pandangan terhadap hakikat kapan kehidupan anak manusia dimulai.
Aborsi merupakan masalah yang kompleks, mencakup
nilai-nilai religius, etika, moral dan ilmiah serta secara spesifik sebagai
masalah biologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari pengguguran janin (aborsi)?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap pengguguran janin (aborsi)?
1. Apa definisi dari pengguguran janin (aborsi)?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap pengguguran janin (aborsi)?
3. Apa hukum pengguguran janin (aborsi)?
4. Apa dalil
yang berkaitan dengan pengguguran janin (aborsi) ?
5. Apakaidah
fikih yang mendukung aborsi yang dihalalkan ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Mengetahui definisi dari pengguguran janin (aborsi)
2.
Mengetahui hukum pengguguran janin
(aborsi)
3.
Mengetahui dalil yang berkaitan dengan pengguguran janin (aborsi)
4.
Mengetahui kaidah fikih yang mendukung aborsi yang dihalalkan
5.
Mengetahui aborsi menurut pandangan
islam
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat kita peroleh dari
penulisan ini adalah dapat mempelajari hal-hal yang ada dalam dunia yang
dilarang oleh hukum-hukum Islam.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengguguran Janin (Aborsi)
Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah
terpencarnya embrio yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat
dari kehamilan).
Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal
15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat
sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.
Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan
berhenti sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Apabila janin lahir selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu,
disebut kelahiran prematur.
Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan
biasanya mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda,
termasuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui
janin memiliki kelainan (Perry&Potter,2010).
Pendarahan pada kehamilan muda
disebut keguguran atau abortus. Sedangkan pada kehamilan tua disebut pendarahan
antepartum. Pendarahan antepartum biasanya dibatasi pada pendaran jalan –lahir
setelah kehamilan 28 minggu. Secara sederhana kata abortus adalah mati(gugur)
hasil konsepsi.
Aborsi dalam bahasa Arab disebut
“ijhadh” yang memiliki beberapa sinonim yakni:isqath (menjatuhkan ), ilqa
(menbuang), t harah (melempar) dan imlash (menyingkirkan).Aborsi secara
termikologi adalah keluarnya hasil konsepsi (janin,mudgah)sebelum bisa hidup
sendiri(viable).
Jadi, aborsi adalah pengakhiran
kehamilan atau konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan.Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup janin
dan sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Praktik aborsi yang terjadi
sering kali dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi sehingga
menimbulkan bahaya bagi ibu yang mengandungnya dan bagi masyarakat umumnya.
- Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
- Induced abortionatau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
- Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
- Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
- Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keguguran”
biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara “aborsi”
digunakan untuk induced abortion.
Umumnya aborsi yang tidak aman
terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai.Apalagi bila aborsi
dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar
nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan
pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu
melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya.
2.2
Hukum Pengguguran Janin
Di dalam al-Qur’an dan Hadist
tidak didapati secara khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan
untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt dalam
Q.S An-Nisa’, ayat 93:
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di
dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya
adzab yang besar.”
Ulama berselisih pandang tentang hukum menggugurkan kandungan sebelum
ditiupkannya ruh. Di antara mereka ada yang melarang secara mutlak, sama sekali
tidak boleh. Mereka berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala meletakkan
nuthfah (setetes mani) dalam tempat berdiam yang kokoh, maka tidak boleh dia
dikeluarkan dari tempatnya kecuali dengan satu sebab yang syar’i.” Demikian
pelarangan mutlak ini datang dalam mazhab Maliki.
Di antara ulama, ada yang membolehkan menggugurkan janin sebelum
berusia 40 hari. Ini satu pendapat dalam mazhab Syafi’i. Pendapat lainnya
menyatakan janin memiliki kehormatan sehingga tidak boleh dirusak. Sebagian
Syafi’i memandang boleh menggugurkan janin dalam dua tahapan, yaitu saat masih
berupa nuthfah dan ‘alaqah, sebelum berubah ke tahapan mudhghah.
Di antaranya ada pula yang berpendapat boleh sebelum berbentuk, karena
ketika belum terbentuk, baru berupa nuthfah (setetes mani) atau ‘alaqah
(segumpal darah) atau mudhghah (segumpal daging) belum dipastikan
apakah akan berlanjut menjadi seorang anak atau tidak.
Ada pula yang berpendapat dibolehkan sebelum janin berusia empat bulan
(sebelum ditiupkan ruh), sebagaimana pendapat fuqaha mazhab Hanafi yang
dinukilkan oleh Ibnu ‘Abidin dari an-Nahr.
Apabila janin sudah memiliki ruh, ulama sepakat menyatakan haramnya
tindakan pengguguran tersebut. (Ahkam ath-Thifl, hlm. 70—71, fatwa
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Fatawa Nurun ‘alad Darb, 2/632)
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berpandangan,
kapan saja dipastikan seorang wanita hamil maka tidak boleh kandungannya
digugurkan kecuali karena sebab yang syar’i. Misalnya, dokter menganalisis
janin tersebut memiliki cacat yang menyebabkan dia tidak bisa hidup dengan
semestinya, maka ketika itu boleh dilakukan pengguguran karena adanya
kebutuhan.
Hal ini hanya bisa dilakukan sebelum ditiupkannya ruh pada si janin,
yaitu sebelum sempurna berusia empat bulan. Apabila ruh telah ditiup sehingga
hidup dan bergeraklah si janin, saat itu haram menggugurkannya walaupun para
dokter memvonis si ibu akan meninggal apabila janinnya tidak digugurkan. Sebab,
kita tidak boleh mengorbankan satu jiwa untuk jiwa yang lain.
Apabila ada yang
berkata, “Kalau janin dibiarkan saja dalam rahim ibunya sehingga ibunya
meninggal karenanya, janin juga akan mati, yang berarti hilang dua jiwa. Namun,
apabila janinnya kita keluarkan/gugurkan, bisa jadi ibunya selamat.”
Jawabannya,
“Apabila kita biarkan saja janin dalam rahim ibunya, tidak digugurkan, yang
berakibat si ibu meninggal, kemudian selang waktu berikutnya setelah kematian
ibunya janin pun menyusul meninggal; kematian ibunya bukanlah karena perbuatan
kita melainkan dari Allah SWT. Dia-lah yang menetapkan kematian pada
sang ibu dengan sebab menanggung kehamilan tersebut. Adapun apabila kita paksa
janin keluar atau kita gugurkan, yang semula hidup kemudian meninggal karena
pengguguran yang dilakukan; kematian janin adalah karena perbuatan kita, dan
hal itu tidak halal kita lakukan.”
Demikian yang
difatwakan oleh Fadhilatusy Syaikh rahimahullah dalam Fatawa Nurun
‘alad Darb (2/632—633).
Ketika mensyarah hadits keempat dari 50 hadits yang terdapat dalam
kitab Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah
menyatakan, ada sekelompok fuqaha memberi rukhshah/keringanan atau kelapangan
bagi wanita untuk menggugurkan kandungannya selama belum ditiupkan ruh dan
menganalogikannya dengan ‘azl.
Namun, menurut Ibnu Rajab rahimahullah, penyamaan ini adalah
pendapat yang lemah. Sebab, janin adalah anak yang sudah ada (dalam rahim) dan
terkadang sudah berbentuk. Sementara itu, dalam perbuatan ‘azl belumlah
didapati anak sama sekali dan ‘azl hanyalah sebab untuk mencegah adanya anak
dalam rahim. Terkadang ‘azl yang dilakukan tidak bermanfaat karena si wanita
tetap saja hamil apabila Allah subhanahu wa ta’ala memang menghendaki
penciptaannya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat ditanya tentang ‘azl,
“Kalian sungguh melakukannya, kalian sungguh
melakukannya, kalian sungguh melakukannya? Padahal tidak ada satu jiwa pun
sampai hari kiamat yang harus ada/tercipta (dengan ketetapan, kehendak dan
penciptaan Allah subhanahu wa ta’ala) melainkan jiwa itu pasti ada.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan, “Teman-teman
kami (ulama mazhab Hanbali) secara jelas menyatakan, apabila bakal janin telah
berubah menjadi ‘alaqah, tidak boleh digugurkan karena sudah menjadi
calon anak. Berbeda halnya apabila masih berbentuk nuthfah, belum
dipastikan apakah akan menjadi anak ataukah tidak.” (Jami’ al-Ulum wa
al-Hikam, 1/156—157)
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
menyatakan, menggugurkan kandungan tidak boleh dilakukan karena perbuatan
tersebut bermudarat, apalagi alasannya tidak syar’i, misal si ibu tidak ingin
meneruskan kehamilannya karena khawatir menghalangi karirnya.
Janin yang dikandung itu memiliki hak untuk dibiarkan terus berkembang
dan hidup, punya hak untuk dijaga dan dihargai, karena dia adalah makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT. Seharusnya si ibu yang mengandungnya
menjaganya, berlaku lembut kepadanya. Bisa jadi, janin itu kelak akan lahir
sebagai anak yang saleh dan bermanfaat bagi si ibu. Alllah SWT
berfirman,
“Bisa jadi,
kalian membenci sesuatu padahal sesuatu itu lebih baik bagi kalian. Bisa jadi
pula, kalian mencintai sesuatu padahal sesuatu itu buruk bagi kalian. Allah-lah
Yang Mengetahui, dan kalian tidak mengetahui.”(al-Baqarah: 216).
Apabila si ibu yang mengandungnya memaksakan untuk menggugurkannya,
berarti si ibu telah melakukan sebuah kejahatan. Dia harus bertobat kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas perbuatan tersebut dan tidak
mengulanginya.
Orang yang
memberikan bantuan, saran, dan semisalnya untuk kelanjutan tindakan pengguguran
tersebut, semuanya berdosa, karena telah membantu terlaksananya suatu perbuatan
dosa. Allah SWT berfirman yang artinya :
“Dan janganlah
kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”(al-Maidah: 2)
2.3
Dalil Yang Berkaitan Dengan
Pengguguran Janin
Sebelum menjelaskan secara mendetail tentan hukum aborsi, lebih dahulu
perlu dijelaskan tentang dalil yang berkaitan dengan Islam tentang nyawa, janin
dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
Pertama: Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan
baik dengan merubah ciptaan tersebut, maupun mengranginya dengan cara memotong
sebagiananggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun
dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaiman
firman Allah SWT yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan
umat manusia “ ( Qs. al-Isra’:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang
memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.”(Qs. Al Maidah:32)
Ketiga: Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam
kandungan ) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu
juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.”(Qs al Isra’ : 31)
Keempat : Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah SWT
sebagaimana firman Allah SWT
“Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam
rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu
dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj : 5)
Kelima : Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
وَلاَ
تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar “( Qs al Isra’ : 33 )
Keenam : “Dan tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan Hari Akhirat.” (Al-Baqarah:
228)
2.4
Kaidah Fikih Yang Mendukung
Aborsi yang Dihalalkan
Berdasarkan hal
ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang
terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham
sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Terlepas dari
masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh
kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang
muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya.
Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban
seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT
berfirman :
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus perkara
yang mereka perselisihkan di antara mereka.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
Namun demikian,
dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah
peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan
janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus.
Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan
penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang
diserukan oleh ajaran Islam.
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Rasulullah
SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali
menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR.
Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan
birtikabi akhaffihima”
Artinya : “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Artinya : “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan
kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan
kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya.
Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya
nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat.
Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan
madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan
ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi,
1998).
2.5Pendapat Dari Ulama Fikih Tentang Pengguguran Janin
1. Menggugurkan
janin sebelum peniupan roh
Dalam hal ini,
para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat:
Pendapat pertama:
Menggugurkan janin
sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan
menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari kedua orang tuanya (Syareh
Fathul Qadir : 2/495. Adapun dalilnya adalah hadist Ibnu Mas’ud di atas yang
menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan
belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan).
Pendapat kedua:
Menggugurkan janin
sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh,
maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui
secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu
peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian
ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama dari madzhab Syafi’i
(Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416).
Pendapat ketiga:
Menggugurkan janin
sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa sperma sudah tertanam dalam
rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan,
maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh
Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Jauzi (Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386).
Adapun status
janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda
mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
2. Menggugurkan
janin setelah peniupan roh
Secara umum, para
ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya
haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut
ibu. Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah
ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi
seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika di sana
ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan
ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat pertama:
Menyatakan bahwa
menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama. Dalilnya adalah firman
Allah swt:
“Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar.“ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga
mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, maka tidak boleh membunuh janin
yang sudah ditiup rohnya, hanya karena sesuatu yang meragukan (Hasyiyah Ibnu
Abidin : 1/602). Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah
perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi
jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak
dibolehkan.
Pendapat Kedua:
Dibolehkan
menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan daripada menjaga kehidupan janin, karena
kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin
belum yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57) Prediksi
tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,
walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.
2.5
Mengetahui Aborsi Menurut Pandangan Islam
Sebelum membahas hukum aborsi, ada dua fakta yang
dibedakan oleh para fuqaha dalam masalah ini.
Pertama : apa yang disebut imlash ( aborsi,
pengguguran kandungan ). Kedua :
isqâth ( penghentian kehamilan ).
Imlash adalah menggugurkan janin dalam rahim wanita
hamil yang dilakukan dengan sengaja untuk menyerang atau membunuhnya.
Dalam hal ini, tindakan imlash ( aborsi ) tersebut jelas termasuk kategori dosa
besar, merupakan tindak kriminal. Pelakunya dikenai diyat ghurrah budak pria
atau wanita, yang nilainya sama dengan 10 diyat manusia sempurna. Dalam kitab
Ash - Shahîhayn, telah diriwayatkan bahwa Umar telah meminta masukan para
sahabat tentang aktivitas imlâsh yang dilakukan oleh seorang wanita, dengan
cara memukuli perutnya, lalu janinnya pun gugur. Al-Mughirah bin Syu’bah
berkata: '' Rasulullah saw. telah memutuskan dalam kasus seperti itu dengan
diyat ghurrah 1 budak pria atau wanita ''. Pernyataan tersebut dibenarkan
oleh Muhammad bin Maslamah, yang pernah menjadi wakil Nabi SAW di Madinah.
Karena itu, pada dasarnya hukum aborsi tersebut haram.
Ini berbeda dengan isqâth al - haml ( penghentian
kehamilan ), atau upaya menghentikan kehamilan yang dilakukan secara sadar,
bukan karena keterpaksaan, baik dengan cara mengkonsumsi obat, melalui gerakan,
atau aktivitas medis tertentu. Penghentian kehamilan dalam pengertian ini tidak
identik dengan penyerangan atau pembunuhan, tetapi bisa juga diartikan dengan
mengeluarkan kandungan baik setelah berbentuk janin ataupun belum dengan paksa.
Dalam hal ini, penghentian kehamilan ( al - ijhâdh
) tersebut kadang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh di dalam janin, atau
setelahnya. Tentang status hukum penghentian kehamilan terhadap janin, setelah
ruh ditiupkan kepadanya, maka para ulama sepakat bahwa hukumnya haram, baik
dilakukan oleh si ibu, bapak, atau dokter.Sebab, tindakan tersebut merupakan
bentuk penyerangan terhadap jiwa manusia, yang darahnya wajib
dipertahankan.Tindakan ini juga merupakan dosa besar.
Persoalan aborsi di bawah usia tiga bulan memang
masih mengandung perbedaan pendapat. Salah seorang ulama yang membolehkan
aborsi adalah Muhammad Ramli dalam kitabnya An-Nihayah, dengan alasan karena
pada masa itu belum ada makhluk yang bernyawa.
Yang jelas setelah masa itu, atau sejak berusia
empat bulan, para ulama sepakat mengharamkan pengguguran janin karena roh sudah
ditiupkan ke dalam janin.akan hidup sebagai manusia.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan
fatwa tentang hukum aborsi sebagai respon pertanyaan masyarakat.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005,
tentang Aborsi menetapkan ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut;
1. Aborsi
haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu
(nidasi).
2. Aborsi
dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah
suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan
maka ia akan mengalami kesulitan besar.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b
harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi
haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Fatwa tersebut
berdasarkan pada dalil-dalil:
1) Al-Qur’an,
2) Hadits,
3) Kaidah Fiqih
dan
4) berbagai
pendapat Ulama sebagai berikut:
Firman Allah
SWT:
a.
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan
yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu
supaya kamu memahami (nya). (QS.
al-An`am[6]: 151).
b.
”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena
takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar.” (QS. al-Isra`[17]: 31).
c.
”Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
Dan orang-orang yang berkata: ”Ya, Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami,
sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahanam
itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alas an) yang
benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh,
maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya.” (QS. al-Furqan[25]:
63-71).
d. “Hai
Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS.
al-Hajj[22]: 5)
e. “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.” (QS.
al-Mu`minun[23]: 12-14)
Hadits Nabi SAW:
a.
”Seseorang dari kamu ditempatkan
penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian
menjadi `alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu
pula (40 hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan
empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rezki dan ajalnya,
serta celaka atau bahagia-(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dari
`Abdullah).
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan
janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau
42 malam.Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan
terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang
terpelihara darahnya (ma'shumud dam).Tindakan penganiayaan tersebut merupakan
pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin,
bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandunganibu tersebut bila
kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran
kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang
mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak
laki-laki atau perempuan,atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor
onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah
tersebut.
b.
”Dua orang perempuan suku huzail berkelahi.
Lalu satu dari keduanya melemparkan batu kepada yang lain hingga membunuhnya
dan (membunuh pula) kandungannya. Kemudian mereka melaporkan kepada
Rasulullah.Maka, beliau memutuskan bahwa diat untuk (membunuh) janinnya adalah
(memberikan) seorang budak laki-laki atau perempuan.” (Hadits muttafaq `alaih
–riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim- dari Abu Hurairah; lihat `Abdullah bin `Abdur
Rahman al-Bassam, Tawdhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, [Lubnan: Mu`assasah al-Khidamat al-Thiba`iyyah, 1994], juz V, h.185):
c.
”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak
boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadits
riwayat Ibnu Majah dari `Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn `Abbas, dan Malik
dari Yahya).
Kaidah Fiqih :
a. ”Menghindarkan
kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan.”
b. ”Keadaan
darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan).”
c. ”Hajat
terkadang dapat menduduki keadaan darurat.”
Pendapat Para Ulama
Selain itu pendapat para ulama juga menjadi
pertimbangan dikeluarkannya ketentuan hukum tentang aborsi yaitu:
1) Imam
al-Ghazali dari kalangan mazhab Syafi`i dalam Ihya` `Ulum al-Din, tahqiq Sayyid
`Imrab (al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2004), juz II, hal.67 : jika nutfah (sperma)
telah bercampur (ikhtilah) dengan ovum di dalam rahim dan siap menerima
kehidupan (isti`dad li-qabul al-hayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak
pidana (jinayah).
2) Ulama
Al-Azhar dalam Bayan li-an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (t.t.: Mathba`ah
al-Mushhaf al-Syarif, t.th.), juz II, h. 256 :
Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka
tentang hukumnya terdapat
empat pendapat fuqaha`. Pertama, boleh (mubah)
secara mutlak, tanpa harus ada
alasan medis (`uzur); ini menurut ulama Zaidiyah,
sekelompok ulama Hanafi
walaupun sebagian mereka membatasi dengan keharusan
adanya alasan medis,
sebagian ulama Syafi`i, serta sejumlah ulama Maliki
dan Hanbali.Kedua, mubah
karena adala alasan medis (`uzur) dan makruh jika
tanpa `uzur; ini menurut
ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi`i. Ketiga,
makruh secara mutlak; dan ini menurut sebagian ulama Maliki. Keempat, haram;
ini menurut pendapat mu`tamad (yang dipedomani) oleh ulama Maliki dan sejalan
dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan `azl (coitus interruptus); hal itu
disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya tumbuh
berkembang.
Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada
janin, maka semua pendapat fuqaha` menunjukkan bahwa aborsi hukumnya dilarang
(haram) jika tidak terdapat `uzur; perbuatan itu diancam dengan sanksi pidana
manakala janin keluar dalam keadaan mati dan sanksi tersebut oleh fuqaha`
disebut dengan ghurrah.
3) Syeikh
`Athiyyah Shaqr (Ketua Komisi Fatwa Al-Azhar) dalam Ahsan al-Kalam fi al-Taqwa,
(al-Qahirah: Dar al-Ghad al-`Arabi, t.th.), juz IV, h. 483:
Jika kehamilan (kandungan) itu akibat zina, dan
ulama mazhab Syafi`i membolehkan untuk menggugurkannya, maka menurutku,
kebolehan itu berlaku pada (kehamilan akibat) perzinaan yang terpaksa
(perkosaan) di mana (si wanita) merasakan penyesalan dan kepedihan
hati.Sedangkan dalam kondisi di mana (si wanita atau masyarakat) telah
meremehkan harga diri dan tidak (lagi) malu melakukan hubungan seksual yang
haram (zina), maka saya berpendapat bahwa aborsi (terhadap kandungan akibat
zina) tersebut tidak boleh (haram), karena hal itu dapat mendorong terjadinya
kerusakan (perzinaan).
Selain daripada itu, dalam menyikapi janin hasil
perzinahan sekalipun, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan kepada
perempuan dari suku al-Ghamidiyah yang melakukan perzinahan untuk mengaborsi
kandungannya.Bahkan dalam kasus hamil di luar nikah ini, Nabi justru menangguhkan
pengabulan permintaannya untuk disucikan dengan hukuman rajam sampai melahirkan
yang diteruskan sampai berakhirnya masa menyusui bayi, demi keberlangsungan
hidup janin dan menjunjung tinggi kehidupan.
Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh
dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk
nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,
dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada
Allah),'Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi lakilaki atau
perempuan ?' Maka Allah kemudian memberi keputusan...' (HR. Muslim dari Ibnu
Masâ).
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik
pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter
yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan
mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini,
dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang
diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: “Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusiasemuanya” (TQS Al Maidah : 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini
termasuk pula upaya pengobatan.Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan
umatnya untuk berobat.Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya.Maka berobatlah kalian!” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih
dalam masalah ini menyebutkan:
“Idza taaradha
mafsadatani ruiya azhamuha dhararan birtikabi akhaffihima” (Jika berkumpul dua
madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan
madharatnya)” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawaid Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan
menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam
hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memangmengggugurkan kandungan
adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap
mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa
‘menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan
keberadaan janin tersebut’ (Abdurrahman AlBaghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan
sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alas an karena sudah ada
kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat.
Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud
setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma
itu sendiri sudah adakehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel
itu belum bertemu.Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya
Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah sesuatu yang ada
pada organisme hidup. (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya
pertumbuhan, gerak, iritabilita,membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan
sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel
sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan,
sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak
akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan
(alhayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya
pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Agama Islam memberi aturan bagi umat muslim dalam
rangka kehidupan dan peradaban yang
lebih baik. Tak terkecuali dalam hal pengguguran kandungan yang disengaja atau
aborsi.Hukum aborsi menurut Islam jelas
keharamannya karena janin bayi yang berada dalam rahim seorang ibu telah
mempunyai nyawa. Penghilangan terhadap nyawa seseorang adalah pembunuhan
Allah swt
berfirman:
Janganlah
kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah,
kecuali dengan cara yang haq. (QS. al-An‘am [6]: 151). Bahkan syariat Islam
menetapkan penundaan terhadap pelaksanaan hukuman qishash pada
wanita hamil untukmenjaga janinnya.Hal
ini berdasarkan pada kisah terkenal seorang wanita al-Ghamidiyah yang
mendatangi Nabi sawuntuk meminta dihukum
qishash. Wanita tersebut tetap dihukum setelah melahirkan karena hukuman ini
tidak boleh dikenakan pada janin yang masih dikandungnya.
Dalam penetapan hukum pelarangan aborsi, terdapat
sedikit perbedaan dari keempat mazhab besar fiqih
Islam, yaitu sebagai berikut:
1) Mazhab
Hanafi berpendapat bahwa aborsi bisa
dilakukan hanya bila membahayakan dan mengancam keselamatan si ibu dan hanya
dapat dilakukan sebelum masa empat bulan kehamilan.
2) Mazhab
Maliki melarang aborsi apabila telah terjadi pembuahan.
3) Mazhab
Syafii berpaham apabila setelah terjadinya fertilisasi zygote,
tidak boleh diganggu.Jika diganggu, dianggap sebagai kejahatan.
4) Mazhab
Hambali berpendapat karena adanya pendarahan yang menimbulkan miskram, hal ini
menunjukkan bahwa aborsi adalah dosa.
Dari pandangan mazhab mana pun, jelas menyatakan
bahwa aborsi dalam pandangan agama Islam tidak
diperkenankan dan merupakan dosa besar karena dianggap membunuh nyawa manusia
tidak bersalah.Pelakunya bisa diminta pertanggungjawaban atas tindakannya itu.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjalani
kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari
alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal,
perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah.
Menggugurkan
janin baik yang belum maupun yang sudah diberikan roh hukumnya adalah haram kecuali
jika ada alasan medis yang membenarkannya.Aborsi bukan sekedar masalah medis
atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia
mengekor pada peradaban barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara
komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap
taqlid kepada peradaban barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi
peradaban barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian
digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi
dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah
4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur
di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah
khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah
jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua)
hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40
hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam [M.
Shiddiq al-Jawi]
3.2 Saran
Berusahalah agar diri anda tidak sampai melalukan hal yang seperti itu
karena sama saja anda membunuh nyawa seseorang (bayi) dan itu hukumannya sangat
berat baik didunia maupun di akirat nanti.
ARGUMENTASI PENULIS
Aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat tertentu sebelum
janin mampu hidup di luar kandungan. Aborsi menurut Agama Islam haram, tetapi
menjadi dibolehkan jika keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan
kematian ibu dan janinnya. Dengan catatan bahwa aborsi ini dilakukan sebelum
usia kandungan 40 hari. Kemaslahatan mempertahankan nyawa ibu didahulukan
daripada kehidupan janin, karena ibu adalah induk dan tiang keluarga.
Hikmah adanya larangan aborsi adalah resiko dan bahaya yang ditimbulkan
secara psikologis dan sosial Sedangkan inseminasi (bayi tabung) adalah suatu
cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus),
dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum, hukumnya adalah haram.
Akibatnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.Hukum inseminasi dilihat dari segi
agama dan hukum adalah tidak sah (haram), dari segi sosial tidak diterima dalam
masyarakat/ ditolak dan dari segi kedokteran diperbolehkan. Janin adalah bakal
bayi yang merupakan anugerah dari Allah swt. Sekalipun belum ditiupkan roh,
namun jika tanpa alasan medis seperti dapat membahayakan nyawa yang mengandung,
maka sama halnya menolak dan merusak anugerah dari Allah swt. Jika menggugurkan
janin sebelum ditiupkan roh diperbolehkan, maka dikhawatirkan akan semakin
membuat orang tidak takut dan tidak khawatir untuk melakukan perzinahan, karena
tidak merasa punya beban dosa untuk menggugurkan kandungan hasil zina. Oleh
karena itu dengan dasar menolak kemadharatan harus didahulukan atas menarik
kebaikan, maka menggugurkan janin tanpa alasan medis sekalipun belum ditiupkan
roh hukumnya adalah haram.
Sedangkan janin
yang telah ditiupkan roh, maka apapun alasannya kecuali alasan medis para ulama
sepakat hukumnya adalah haram dan merupakan tindak pidana pembunuhan karena
sekalipun masih di dalam rahim, namun bayi tersebut telah dianugerahi nyawa.
DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:
Posting Komentar